Sejarah Masuknya Islam di Cirebon dan Jawa Barat

Sejarah Masuknya Islam di Cirebon dan Jawa Barat

PRA SEJARAH

Menurut Prof. KERN sejak ± tahun 2000 S.M telah terjadi ada perpindahan bangsa tiga kali dari Indo-Cina ke Indonesia.

Menurut Syekh Subakir, seorang pendeta di Keling pada waktu itu, yang berbudi pekerti luhur dan berilmu tinggi, berasal dari Bisanthium / Kerajaan Roma Timur, beribukota di Constantinopel / Istambul ( orang Jawa menyebutnya dengan RUM Turki)

Yang terakhir telah terjadi perpindahan bangsa adalah dari Keling, terdiri dari ± 20.000 keluarga yang di pimpin langsung olehnya mendarat di beberapa tempat di Jawa Barat, terus lambat laun memasuki pedalamannya.    Tempat ini kemungkinan adalah Teluk Jakarta dan Pulo Gadung, yang sekarang menjadi Bandar Sunda Klapa dan akhirnya menjadi Ibukota R.I Jakarta, dipinggir-pinggir kali Cisadane dan Citarum, yang sekarang diantaranya menjadi Kota Bogor, di Pesambangan Gunungjati Cirebon desa Jatimerta di Muara Jati / Alas Konda pantai Laut Jawa yang sekarang masih ada, di Teluk Banten yang sekarang menjadi kota Banten lama, di Pelabuhan Ratu daerah Rawa Lakbok, Banjar dan Ciamis, ini terjadi pada tahun 1 ( satu ) babad Jaman / Anno Jawa, yang sekarang sudah mencapai tahun 1906 Anno Jawa / 1974 M.

Kemudian mereka melalui proses jaman berkembang biak terus sehingga akhirnya pada ± th. 450 M, disuatu daerah Kali Cisadane, daerah Bogor timbulah kerajaan yang tertua di Jawa Barat, Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman.       Disini terdapat batu-batu bersurat yang menceritakannya.      Nama tarumanegara masih terdapat dalam nama Kali Citarum.     Pada dua batu digambar telapak kaki raja tersebut, sebagai penghormatan menjunjung tinggi dan mengharumabadikan raja.     Tercatat pula pada batu itu bahwa Raja Purnawarman menghadiahkan 1000 ekor sapi kepada pertapa.      Pula diketemukan batu tulis didekat desa tugu / Tanjung Priok, ada tulisan bahwa Raja Purnawarman memerintahkan menggali saluran sepanjang ± 11 kilometer.   Mungkin untuk pengairan atau pelayaran.   Mata pekasabannya yang terutama adalah pertanian dan subur sekali.

Ada berita pula tentang tarumanegara dari seorang Musafir Cina, Fa Hien namanya.   Dalam pelayarannya pulang dari India ke Negara Cina, ia singgah di Tarumanegara.     Menurut Fa Hien disitu masih memeluk agama Hindu dengan Batara Wisnu sebagai Dewa tertinggi.    Diceritakan pula olehnya, bahwa pada waktu itu sudah ada hubungan dengan antara Tarumanegara dengan  Negara Cina.

RAJA BANJARANSARI

Beberapa abad kemudian tidak ada lagi berita-berita, baru pada kira-kira awal abad ke 7 timbullah daerah kerajaan Banjaransari didaerah Rawa Lakbok, Banjar dan Ciamis. Isatna rajanya sekarang masih ada patilasannya, ialah patilasan Pameradan Ciungwanara, terletak antara Ciamis dan Banjar.

Rajanya bernama Adimulya, waktu kecil disebut Pangeran Lelean. Ini diceritakan oleh leluhur-leluhur turun temurun, bahwa Raja Adimulya memerintah dengan adil dan bijaksana. Waktu itu Banjaransari mengalami jaman ke-emasannya. Rakyatnya tenteram dan makmur. Rakyatnya menganut agama Sang Hiang/Hindu-Budha.

Pelabuhannya yang terutama dan ramai dilabuhi oleh prahu-prahu dan kapal layar dagang dari berbagai negara, ialah yang sampai sekarang disebut pelabuhan Ratu dipantai Lautan Indonesia. Bandar lain-lainnya adalah Teluk-teluk Banten, Sunda Kelapa dan Muara Jati Pasambangan Caruban/Cirebon.

Setelah Raja Adimulya wafat, lalu Raja Ciungwanara, seorang putra sulungnya naik takhta. Kemudian setelah Raja Ciungwanara pemerintahan dilanjutkan oleh seorang putri sulungya, ialah Ratu Purbasari ini membangun dan memindahkan ibukotanya ke Pakuan sekitar Bogor dan negaranya beralih nama dengan nama Pajajaran. Dalam pemerintahannya  telah ditemukan makanan pokok lagi, ialah padi. Sebelumnya makanan pokok rakyat Pajajaran adalah juwawut. Pulau Jawa dulunya dinamakan Jawa Dwipa, yang berarti negara Jawa, juga Jawa Dwipa itu diartikan dengan Jawa Dwipadi, yang berarti jawawut adalah dwitunggalnya padi (jawawut loroning pari). Ini suatu petunjuk disamping jawawut adalagi semacam makanan yang bernama padi. Ternyatalah dalam pemerintahan Ratu Purbasari padi itu diketemukan.

Kemudian setelah Ratu Purbasari, berturut-turut naik takhta putra-putra ketturunannya, ialah :

Raja LinggahiangRaja LinggawesiRaja WastukencanaRaja SusuktunggalRaja BanyaklarangRaja BanyakwangiRaja MundingkawatiRaja Anggalarang DanPrabhu Siliwangi

Prabhu Siliwangi ini menikahi seorang putri mangkubumi Singapura/Mertasinga Caruban bernama Rara Subang Larang, yang telah memeluk agama Islam dan beberapa tahun mesantren di Pengguron Islam Syekh Kuro Karawang, dengan syarat menikah secara Islam, yang mana Syekh Kuro yangbertindak sebagai Penghulunya dan didudukan di Kraton Pakuan Pajajaran sebagai Permaisuri dan diperkenankan tetap melakukan sembahyang lima waktu. Permaisuri Rara Subang Larang dari Prabhu Siliwangi dianugrahi tiga orang putra, ialah :

Pangeran Walangsungsang CakrabuanaRatu Mas Lara Santang danPangeran Raja Sengara/Kian Santang

Ketiga putra inilah cikal bakal dan purwanya sebagian besar rakyat Pajajaran memeluk Agama Islam. Dan akhirnya Pajajaran agama Sang Hiang/Hindu-Budha lenyap dari muka bumi sebagai negara dan diteruskan oleh Caruban/Cirebon sebagai negara yang beragama Islam. Dengan perkataan lain Pajajaran adalah awal Cirebon, Cirebon adalah akhir Pajajaran. Pula Cirebon jadi kerajaan Islam yang pertama di pulau Jawa dan Demak adalah kerajaan Islam keduanya.

Pada tahun 1479 Masehi Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah dengan restu Pangeran Cakrabuana dan Dewan Wali Sanga yang diketuai oleh Sunan Ampel telah memberhentikan hulu bekti/upeti kepada Pajajaran, yang berarti Cirebon pada waktu itu telah memplokamirkan kemerdekaannya, sedangan Demak baru setelah jatuhnya Majapahit yang terakhir pada tahun 1517 Masehi, dengan dinobatkannya Pangeran Patah sebagai Sultan Demak yang pertama oleh Dewan Wali Sanga yang diketuai oleh Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah setelah Sunan Ampel Wafat.

MASUKNYA AGAMA ISLAM DI INDONESIA, KHUSUSNYA DI JAWA BARAT

Pada tahun 1302 Anno Jawa dipantai Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan Kerajaan Pajajaran yang masing-masing dikepalai oleh seorang Mangkubumi. Ketiga daerah otonom itu adalah :

Singapura/Mertasinga yang dikepalai oleh Mangkubumi SingapuraPasambangan, yang dikepalai oleh Ki Ageng Jumajan Jati danJapura, yang dikepalai Ki Ageng Japura.

Ketiga otonoom ini mengirimkan hulu bekti/upeti saban tahunnya kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Disebelah ( ± 18 Km dari kota Cirebon ekarang ) ada sebuah kerajaan kecil yang disebut Kerajaan Raja Galuh, dengan kepala negaranya bernama Prabu Cakraningrat.   Kerajaan ini meliputi pula Palimanan dengan Mangkubuminya Dipati Kiban.

Daerah Palimanan kebetulan perbatasan dengan daerah otonom Pasambangan / Caruban Larang ( Caruban Pantai / Pesisir dan Caruban Girang ).

Caruban Larang mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai sebuah mercu suar untuk memberi petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara Jati ( sekarang disebut Alas Konda ).

Pelabuhan ini ramai disinggahi oleh perahu-perahu pedagang dari berbagai negara, terutama ketika Ki Ageng Tapa sebagai Syah Bandar Pelabuhan tersebut, diantaranya : pedagang dari Arab, Persi, India, Malaka, Tumasik ( Singapore ), Paseh, Wangkang / Negara Cina, Jawa Timur, Madura, Palembang dan Bugis / Sulawesi dll.

Sebelah timur dari Pasambangan ( ± 5 Km ) ada sebuah daerah pantai yang luas, yang disebut “ Kebon Pesisir “ oleh karena Kebon Pesisir ini berbatasan dengan Palimanan, maka Kebon Pesisir ini diakui pula sebagai daerah jajahan Kerajaan Galuh.    Daerah ini sudah ada penghuninya, ialah seorang nelayan yang bernama Ki danusela, yang nantinya disebut Ki Gedheng Alang-alang, Kuwu Caruban pertama.      Setelah seorang putera mahkota terakhir dari Kerajaan Pakuan Pajajaran yang bernama Pangeran Cakrabuana beserta adik dan istrinya yang telah memeluk agama Islam yang masing-masing bernama Rara Santang dan Indhang Ayu membangun sebuah dukuh di Kebon Pesisir ini, yang semula kelak disebut “ Syarumban “ yang artinya pusat / centrum dari percampuran penduduk dari berbagai daerah, yang mana selanjutnya disebut “ Caruban “ , Carbon, Cerbon, Crebon, yang kemudian Cirebon oleh penduduknya Negara Gede yang kemudian diucapkan menjadi Grage, sedangkan oleh para Wali Sanga Cirebon disebut Negara Puser Bumi, negara yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa.

Membangun dukuh ini terjadi pada 1 SURA 1445 M. oleh Pangeran Cakrabuana.    Tahun ini didapat dari sejak keluarnya Pangeran Cakrabuana beserta adiknya dari Istana Pakuan Pajajaran pada tahun 1442 M, selama 9 bulan dalam perkelanaannya dan Pangeran Cakrabuana waktu berguru dipengguron Islam Syekh Nurul Jati di Gunung Amparan Jati 2 tahun.

Tak lama kemudian setelah Caruban dibawah pemerintahan Pangeran Cakrabuana ( sebagai Embah Kuwu Caruban II, bergelar Cri Mangana ) Ibukota Caruban Larang ialah Pesambangan pindah ke Caruban , sejak Ki Ageng Tapa mangkubumi singapura wafat, juga secara lambat laun Pelabuhan Muara jati pun berpindah ke Pelabuhan Cirebon yang sekarang disebut Pelabuhan Tanjung Mas.      Dari sinilah kami, Lembaga Kebudayaan Wilayah III Cirebon, berpegang kepada datum ( titi mangsa ) dari Hari Jadi / Hari Mula Jadi Cirebon sekaligus untuk Kotamadya Cirebon dan seluruh Wilayah Cirebonpada 1 SURA 1302 Anno Jawa.   Dengan sendirinya Cirebon sekarang berusia 603 tahun yaitu dari 1 Suro 1302 A.J. – 1906 A.J.

Pada tahun 1479 M. Pangeran Cakrabuana sebagai Penguasa Cirebon yang bersemayam di keraton Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati ( Sinuhun Jati Purba ) seorang kemenakan dan menantu Pangeran Cakrabuana dari Ibu Ratu Mas Rara Santang yang bersuamikan seorang Sultan Mesir yang bernama Sultan Makhmud Syarif Abdullah, seorang keturunan ke 21 dari Nabi Muhamad s.a.w .      Pada tahun ini juga Sunan Gunung Jati memberhentikan hulu bekti / upeti kepada Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Sejak inilah Cireon menjadi negara merdeka yang bercorak Islam.    Pula negara Cirebon menjadi negara bercorak Islam ini disempurnakan kedaulatannya dengan dikalahkan perangnya Raja galuh oleh caruban pada tahun 1528 M.

Setelah wafatnya Prabhu Siliwangi pada tahun 1482 M. takhta kerajaan jatuh kepada Pangeran Cakrabuana sebagai putera mahkotanya.     Pangeran Cakrabuana menyerahkan takhta kerajaan tersebut kepada Sunan Gunung Jati.     Sejak inilah kedaulatan Kesultanan Cirebon yang bercorak Islam itu merata kesegenap bekas wilayah Pajajaran dengan kata lain Pajajaran adalah awal Cirebon dan Cirebon adalah akhir Pajajaran.

Bukti-bukti atau data-datanya hingga sekarang masih ada di Astana Gunung Jati Cirebon, diantaranya adalah : sebuah mande Pajajaran / sebuah balai besar yang ditengahnya bercokol / berdiri sebuah kursi singgasana Kerajaan dimana sang Prabhu, saban-saban kala waktu para menteri, para panglima, para pemuka rakyat membicarakan dan memutuskan soal-soal kenegaraan dengan  para pemuka rakyat dan para Wiku pula sebuah lampu kerajaan istana pakuan Pajajaran, yang mana data-data tersebut berusia lebih dari 500 tahun, dan lampu kerajaan Pakuan Pajajarn ini mempunyai arti simbolik ialah merupakan Nur / Cahaya yang bermakna souverainitas / kedaulatan Kerajaan Pajajaran sejak itu diteruskan oleh Cirebon.

Pada tahun 1526 M. dibangunlah protektorat Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati dengan kepala negaranya pangeran Sebakingkin bergelah Sultang Hasanuddin, seorang putera Sunan Gunung Jati dari ibu seorang puteri Banten.    Setelah wafatnya Sunan Gunung Jati pada tahun 1568 M. barulah Banten merdeka dan berdaulat.

Siasat strategi penyebaran Agama Islam dari misi-misi Islam, yang kebanyakan tokoh-tokoh misi-misi Islam ini adalah keturunan dari Nabi Muhammad s.a.w telah lama direncanakan meluas ke Asia khususnya Asia Tenggara, setalh kholifah-kholifah 4 dari Nabi Muhammad s.a.w dan wafatnya Wali Khutub Syekh Abdul Kadir Jaelani untuk daerah magrib / daerah barat yang berkedudukan di Bagdad, para tokoh-tokoh misi-misi Islam ini menghendaki mengangkat seorang Wali Khutublagi di daerah Masrik / daerah timur ialah Sunan Gunung Jati ( Syekh Syarif Hidayatullah ) berkedudukan di Cirebon.

Tentu saja perjalanan para tokoh para misi Islam ini dengan perahu-perahu para pedagang yang menyinggahi di berbagai tempat, misalnya di Gujarat Pantai Koromandel, Semenanjung Melayu, Paseh, Cempa, Tumasik, Jawa Timur dll.    Tokoh-tokoh misi-misi Islam ini di Jawa di sebut Wali pada umumnya dan “ wali sanga “ pada khususnya.      Justru pulau Jawalah yang harus dikepung oleh tokoh-tokoh misi-misi Islam, oleh karena pulau Jawa ada dua kerajaan besar dan kuat, yaitu Majapahit dan Pajajaran, yang bercorak bukan Islam ( Hindu – Budha ), yang kekuasaannya berdasarkan agama tersebut meliputi seluruh nusantara,   Pengepungan terjadi di utara di Semenanjung Melayu, di Barat Kesultanan Aceh dan Palembang, di timur Kalimantan dan Sulawesi.

Setelah tokoh-tokoh dan misi-misi Islam ini merasa pengepungannya sudah kuat, maka beberapa tokoh-tokoh misi-misi Islam ini menerobos masuk ke pulau Jawa seperti Syekh Kuro di Krawang, Syekh Nurul Jati di Gunung Jati dan Sunan Ampel Dhenta di Ampel Gading Surabaya.

Permulaan tindakan serempak dari para tokoh dan para misi Islam ini, setelah Cirebon menjadi merdeka bercorak Islam.      Ternyata akhirnya para tokoh dan misi Islam ini berhasil dengan gilang gemilang pula setelah Kerajaan Majapahit jatuh ditangan para Wali dan terbentuknya Kesultanan Demak pada tahun 1517 M, sehingga mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Pada tahun 1479 M. beberapa misi-misi Islam dari Bagdad, Mekkah, Mesir dan Syria ( ini adalah wajar sekali beliau-beliau berdatangan dari barat menilik kelahiran agama Islam adalah dari sebelah Barat Indonesia ialah Mekkah ) setelah mereka berkumpul di pulau Jawa dalam rangka expansi agama Islamnya, membentuk sebuah Dewan Wali Sanga yang diketuai semula oleh Sunan Ampel dan setelah Sunan Ampel wafat Dewan Wali diketuai oleh Sunan Gunung Jati Syekh Syarif Hidayatullah.

Kemudian pada tahun itu juga Dewan Wali Sanga memproklamirkan Cirebon sebagai Negara Islam Merdeka untuk basis penyebaran agama Islamnya.       Tempat persidangan untuk khusus dan umum adalah pada umumnya di Masjid Agung Cirebon yang sekarang, adapun personalianya adalah :

Sunan Gunung Jati Syarif Hidayatullah sebagai ketua dengan anggotanya :

Sunan Ampel ( Almarhum / tidak digantikanSunan BonangSunan Undung / setelah gugur digantikan oleh puteranya yaitu Sunan KudusSunan GiriSunan KalijagaSunan MuriaSyekh Lemahabang / setelah wafat tidak digantikan.Syekh BentongSyekh Majagung

Sunan Ampel almarhum tidak mengalami jatuhnya Majapahit dan berdirinya Sultan Demak.     Sunan Gunung Jati sebagai kepala negara Cirebon bergelar “ Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Penetep Penata Agama Awliya Alloh Kutubid Jaman Kholipatur Rosululloh “ S.a.w yang bersemayam di Kraton Pakungwati / Kraton Kasepuhan Ibukota Cirebon.

Sumber: https://datakata.wordpress.com/2014/11/28/sejarah-masuknya-islam-di-cirebon/

0 Response to "Sejarah Masuknya Islam di Cirebon dan Jawa Barat"

Posting Komentar