Dinamika Perubahan Pedosfer
Dinamika Perubahan Pedosfer
- Pengertian tanah : Bagian dari lahan yang tersusun dari bahan-bahan anorganik dan organik.
- Pengertian lahan : Permukaan daratan dengan kekayaan benda-benda padat, cair dan gas.
- Komponen tanah :
- Udara
- Mineral
- Bahan organik
- Air
- Faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah :
- Waktu
- Topografi
- Bahan induk
- Organisme
- Iklim
- Profil tanah :
- Horizon O: lapisan bahan organik.
- Horizon A: tanah mengalami pencucian.
- Horizon B: tanah mengalami penimbunan.
- Horizon C: Lapisan Bahan Induk Tanah.
- Horizon R: lapisan batuan induk.
- Untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
- pH tanah
- Kandungan mineral
- Bahan organik
- Keremahan tanah
- Manfaat tanah :
- Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
- Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
- Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan hara)
- Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
- Jenis tanah :
- Tanah aluvial = tanah yang terbentuk dari material halus hasil pengendapan aliran sungai. Persebaran tanah aluvial di Indonesia terdapat di
- pantai Timur Sumatra
- pantai Utara Jawa
- sepanjang Sungai Barito
- sepanjang Sungai Mahakam
- sepanjang Sungai Musi
- sepanjang Bengawan Solo.
- Tanah andosol = tanah yang berasal dari abu gunung api. Persebarannya terdapat di: Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, Halmahera dan Minahasa.
- Tanah regosol = tanah berbutir kasar dan berasal dari material gunung api. Terdapat di Bengkulu, pantai Barat Sumatra, Jawa, Bali dan NTB.
- Tanah kapur = tanah yang terjadi karena hasil pelapukan batuan kapur dan sifatnya tidak subur. Terdapat di Jawa Tengah, Aceh, dan Sulawesi Selatan.
- Tanah litosol = tanah yang terbentuk dari batuan keras yang belum mengalami pelapukan secara sempurna.
- Tanah argosol (tanah gambut) = tanah yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami pembusukan. Jenis tanah ini berwarna hitam sampai coklat. Terdapat di Kalimantan, Sumatra dan Papua.
- Tanah grumusol = tanah yang terbentuk dari material halus berlempung. Terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.
- Tanah latosol = tanah yang banyak mengandung zat besi dan aluminium. Jens tanah ini sering disebut tanah merah yang banyak dijumpai di daerah pegunungan. Tanahnya berwarna merah sampai kuning. Terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lampung, Kalimantan Tengah, Sumatra Barat.
- Degradasi lahan sering disebut lahan kritis. Ciri-ciri lahan kritis:
- Penutup vegetasinya kurang dari 25%.
- Tingkat kemiringan lebih dari 15%.
- Terjadi gejala aerasi lembar (sheet erosion).
- Terjadi gejala erosi parit (gully erosion).
- Dampak degradasi lahan terhadap kehidupan :
- Akibat proses erosi yang merupakan penyebab lahan tanah menjadi tidak subur, karena lapisan top soil hilang.
- Produktivitas pertanian menurun sehingga pendapatan petani berkurang.
- Terjadi banjir.
- Menurunnya kemampuan lahan untuk menyerap air tanah.
- Terganggunya ekosistem makhluk hidup.
- Lahan Potensial dan Lahan Kritis
- Lahan potensial adalah lahan yang secara fisis kimiawi dan ekonomi cukup menguntungkan, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.
- Lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur pertanian yang baik.
- Faktor Penyebab Terjadinya Lahan Kritis : Penyebab meluasnya lahan kritis atau degradasi lahan di permukaan bumi yaitu akibat proses alam dan perilaku manusia dalam memanfaatkan lingkungan.
- Faktor penyebab lahan kritis sebagai akibat proses alam yaitu:
- erosi,
- tanah longsor,
- pencucian tanah.
- Faktor penyebab lahan kritis sebagai akibat perilaku manusia misalnya:
- perusakan hutan,
- pertanian sistem ladang berpindah,
- kegiatan pertambangan terbuka,
- sistem pertanian di pegunungan yang tidak menggunakan terassering (sengkedan).
- Upaya pencegahan dan penanggulangan lahan karitis :
- Reboisasi atau penghijauan adalah penghutanan kembali tanah-tanah hutan yang gundul dengan ditanami tanaman keras. Tujuan reboisasi yaitu memulihkan kembali daya serap tanah terhadap air, sehingga proses aerosi dapat diperlambat.
- Penghijauan adalah penanaman kembali tanah yang gundul. Jenis tanaman yang digunakan dalam progam penghijauan misalnya: turi, cengkeh, jambu monyet, petai, kayu manis, nangka , kluwih, karet dan durian.
- Sistem penanaman searah garis kontur (countur ploughing) adalah penanaman tanaman yang searah atau sejajar dengan garis kontur. Menurut R.L. Cook (1962) menyatakan bahwa penanaman secara kontur sangat sesuai bagi tanah-tanah yang memiliki kemiringan 3–8% akan tetapi kurang efektif pada tanah yang memiliki kemiringan kurang dari 3% atau lebih dari 8% sampai 25%.
- Sistem terassering atau sengkedan. Cara ini digunakan untuk mengurangi laju air yang mengalir di permukaan bumi.
- Lahan yang kemiringannya lebih dari 45o harus dijadikan areal hutan lindung.
- Pembuatan lorak-lorak mati berupa lubang pada akhir guludan tanah agar air mengalir tertampung pada lubang itu dan meresap ke dalam tanah, sehingga proses erosi dapat dihindari
- Pergiliran tanaman (croprotation) adalah suatu sistem bercocok tanam pada sebidang tanah yang terdiri dari beberapa macam tanaman yang ditanam secara berturut-turut pada waktu tertentu.
- Pemulsaan (mulching) adalah menutupi permukaan tanah dengan sisa-sisa tanaman. Sisa-sisa tanaman yang biasa digunakan untuk pemulsaan yaitu jerami. Menurut Dj. Greenland dan R. Lal dalam Soil Conservation and Managment in the Humid Tropic, New York 1977. dengan dilakukan pemulsaan konservasi air dalam tanah dapat diperbaiki, jumlah pori-pori yang dapat menginfiltrasi air meningkat dan evaporasi yang berlebihan dapat dikurangi.
- Klasifikasi Kemampuan Lahan :
- Kelas I
- topografi hampir datar,
- tingkat erosi kecil,
- mempunyai kedalaman efektif (solum) yang dalam,
- drainase baik,
- mudah diolah,
- kapasitas menahan air baik,
- tidak terancam banjir.
- Kelas II
- lereng landai,
- struktur tanah kurang baik,
- ancaman erosi lebih besar,
- terancam banjir.
- Kelas III
- lereng miring dan bergelombang,
- drainase kurang baik,
- peka terhadap erosi,
- kapasitas menahan air rendah.
- Kelas IV
- lereng miring/berbukit,
- kapasitas menahan air rendah,
- peka terhadap erosi,
- sering banjir.
- solum dangkal,
- Kelas V
- topografi relatif datar,
- tergenang air,
- biasanya tanah berbatu,
- tidak sesuai untuk lahan pertanian.
- Kelas VI
- lereng agak curam,
- ancaman erosi berat,
- tanah berbatu-batu.
- Kelas VII
- terletak pada lereng curam,
- erosi sangat kuat,
- solum dangkal,
- untuk padang rumput/hutan produksi terbatas.
- Kelas VIII
- lereng sangat curam,
- kepasitas menahan air rendah,
- berbatu-batu,
- harus dihutankan.
0 Response to "Dinamika Perubahan Pedosfer"
Posting Komentar